Tidak
seorangpun yang dapat mengabaikan bahwa meniru adalah bagian dari belajar.
Bagaimana anak kecil dapat mengatakan ‘merah’ tanpa meniru bagaimana mengatakan
‘merah’. Tidak ada seorang anak yang dapat meloncat jika dia tidak meniru,
tetapi seorang anak kecil tidak dapat meloncat seperti apa yang dilakukan orang
dewasa.
Sekilas
mengenai Belajar
Belajar adalah sebuah
pengalaman terpadu (a combined experience)
yang terjadi di dalam setiap manusia. Sebuah pengalaman terpadu merupakan sebuah
pengalaman yang tidak hanya melibatkan satu unsur saja, melainkan beberapa
unsur yang berbeda. Unsur – unsur tersebut dapat saling mempengaruhi dan dapat
juga saling bebas (exclusive-independent).
Unsur – unsur yang dimaksud tersebut lah yang akan menyebabkan konflik atau masalah apabila seseorang
tidak dapat melihat dan mengarahkannya, tetapi di lain pihak unsur – unsur itu
sendiri sering membangun. Namun, kita akan membahas sebuah topik tentang konflik atau masalah untuk chapter
berikutnya.
Belajar dapat dilakukan
dengan mengalami, namun seringkali dilakukan dengan meniru; menjiwai; dan
mengadaptasi sebuah pengalaman sebelumnya yang pernah dialami orang lain.
Seseorang akan bertanya apakah dirinya dapat dikatakan sedang belajar apabila
dia meniru orang lain? Tentu saja iya! Kuncinya adalah karena adanya perubahan
perilaku. Sebaiknya pertanyaan yang mirip seperti ini perlu diverifikasi
dengan membaca literatur – liiteratur yang berhubungan dengan imitasi – adaptasi – asilimasi.
Istilah – istilah yang disebutkan tersebut merupakan dasar penting ketika kita
belajar mengenai belajar.
Ketika seseorang ingin
mempelajari sesuatu yang belum diketahui secara pasti, kebanyakan akan
mempelajarinya dengan melihat dan berusaha mengadaptasinya. Hal ini terjadi
jika dan hanya jika sesuatu yang dipelajarinya itu memiliki nilai. Tidak ada
yang lebih mudah daripada mengadaptasi sesuatu ketimbang menirunya secara
tepat. Namun demikian, perlu juga disadari bahwa jarang sekali orang yang tepat
meniru secara tepat apa yang dilihatnya – kemampuan
yang dimilikinya pasti berbeda, sekalipun perbedaan itu kecil – yang
kemudian hari memberi manfaat pasti.
Memahami
Pelajaran Matematika di Jepang
Negara Jepang merupakan
salah satu negara yang mana para peserta didiknya sangat baik pencapaiannya di
dalam bidang studi Matematika, selain Singapura, Hongkong, dan Finlandia. Bagaimana
kita memahami pelajaran Matematika di Jepang? Tidak ada yang lebih baik
daripada yang dijelaskan berikut ini oleh Yoshinori Shimizu, seorang pakar pendidikan
Matematika di Jepang di dalam sebuah artikel1.
Pelajaran
di Jepang merupakan ‘problem solving yang
terstruktur’
Ada lima aktivitas yang
digambarkan sebagai bentuk (pattern)
pelajaran Jepang: mengkaji kembali pelajaran sebelumnya; menyajikan
permasalahan – permasalahan di kelas; para siswa belajar secara sendiri –
sendiri atau belajar di dalam kelompok; bertukar pikiran tentang metode –
metode penyelesaian masalah; serta menyoroti dan meringkas hal yang paling
utama.
Peran
guru sepanjang kelas: beberapa istilah pedagogis yang dibagikan oleh para guru
Guru – guru di Jepang
melaksanakan peranan - peranannya di setiap tahap pembelajaran. Berikut ini
adalah istilah – istilah pedagogik yang umumnya digunakan untuk menggambarkan
peranan – peranan guru.
“Hatsumon”
pada tahap penyajian masalah
“Hatsumon” artinya
adalah menanyakan sebuah pertanyaan kunci yang
dimaksud agar para siswa berpikir terfokus pada suatu topic khusus. Di
awal pembelajaran, guru memberikan suatu pertanyaan agar siswa tertarik
menyelidikinya atau memahaminya. Di lain pihak, ketika diskusi kelas, guru
mungkin menanyai, misalnya, mengenai kaitan – kaitan di antara pendekatan yang dipakai terhadap masalah2 itu atau mengenai
efisiensi dan aplikasi dari setiap pendekatan3
itu.
“Kikan-shido”
selama pemecahan masalah
“Kikan-shido”, yang
berarti “belajar di meja masing – masing”, berarti termasuklah di dalamnya
ulasan singkat yang diberikan guru kepada masing – masing siswa ketika
memecahkan masalah. Guru bergerak di kelas, melihat aktivitas para siswanya
dengan lebih banyak diam, melakukan dua hal penting yang sangat dekat kaitannya
dengan tahap berikutnya. Pertama, guru menilai peningkatan pemecahan masalah
siswa. Seringkali, guru harus memberikan arahan untuk diikuti atau petunjuk
memecahkan masalah. Kedua, guru membuat sebuah catatan tentang beberapa siswa
yang sudah membuat pendekatan sesuai
yang diharapkan terhadap pemecahan masalah atau yang membuat pendekatan
penting. Mereka dimintai menyajikan penyelesaian masalah yang sudah mereka buat
nantinya. Jadi, di dalam tahap ulasan singkat ini, guru diharapkan melontarkan
pertanyaan seperti “Solusi yang seperti apakah yang paling utama kusajikan ?”
atau “Bagaimana aku dapat mengarahkan diskusi ke dalam integrasi ide – ide
siswa?” Beberapa jawaban atas pertanyaan – pertanyaan seperti itu sebenarnya
sudah terjawab di dalam rancangan pelaksanaan pembelajaraan, sedangkan jawaban
yang lain harus dicari sendiri.
“Neriage”
di dalam diskusi kelas
Ada sebuah ungkapan
yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik diskusi kelas yang dinamis dan
kolaboratif selama pembelajaran. Ungkapan “Neriage” di dalam bahasa Jepang
berarti “memoles” atau “membuat jadi kilap”. Ungkapan tersebut, di dalam bidang
pengajaran, seringkali menjadi sebuah metafora untuk menyatakan proses
‘memoles’ ide – ide siswa dan bagaimana mengintegrasikan ide – ide matematis
melalui sesi diskusi. Guru – guru di Jepang menganggap “Neriage” memegang
peranan penting yang menentukan apakah suatu pembelajaran berhasil atau tidak.
Berdasarkan observasi
selama “Kikan-shido”, guru memanggil para siswanya dengan penuh perhatian,
meminta mereka untuk menyajikan cara mereka menyelesaikan masalah di depan
kelas, memilih para siswa dengan perintah khusus. Perintah ini sangat penting
bagi guru baik untuk menyemangati para siswa yang menemukan cara baru maupun
untuk menunjukkan ide -ide siswa yang berhubungan dengan koneksi mathematis
yang akan dibahas kemudian. Untuk pelbagai kasus, perlu juga untuk menyajikan
metode yang tidak benar atau salah, jika guru menimbang bahwa hal tersebut
dapat memberikan keuntungan kepada para siswa. Hasil – hasil pemikiran siswa
disajikan di papan tulis dan dibandingkan dengan hasil – hasil pemikiran siswa
lainnya dengan penjelasan oral4.
Peranan guru bukan untuk menyatakan metode mana yang paling baik, melainkan
untuk membimbing diskusi yang menghasilkan sebuah ide yang integrative.
“Matome”
sebagai kesimpulan
“Matome” di dalam
bahasa Jepang berarti “menyimpulkan” atau “meringkas” atau “membuat rangkuman
yang menyeluruh”. Para guru Jepang berpikir bahwa tahap ini sangat penting
untuk membuat pembelajaran berhasil. Tahap inilah yang membedakan aktivitas –
aktivitas kelas antara Amerika Serikat dengan Jepang (Fujji, et.al., 1998).
Menurut analisis komparatif Amerika Serikat – Jepang, pada tahap Matome para
guru Jepang cenderung membuat komentar final yang sangat berhati – hati pada
pekerjaan siswanya dalam hal kepuasan matematis.
Secara umum, pada tahap
Matome, apa yang sudah didiskusikan kelas ditinjau ulang lagi secara ringkas
dan apa yang telah mereka pelajari diringkas oleh guru.
Beberapa
ide praktis yang dibagikan oleh para guru Jepang
Memastikan Kepemilikan
Memastikan Kepemilikan
Selama diskusi, setiap
metode yang digunakan untuk pemecahan masalah dilabeli dengan nama siswa yang
menyajikannya. Nama siswa tersebut ditulis di papan tulis dengan ditulis atau
dilengketkan dengan sebuah kartu magnet. Setiap metode ditulisi nama siswa yang
bersangkutan. Teknik praktis ini mungkin tampak sangat sederhana, namun sangat
penting untuk memastikan “kepemilikan” setiap siswa yang menyajikan jawabannya.
“Bansho”:
Penggunaan Papan Tulis yang Efektif
Teknik lain yang tidak
kalah pentingnya yang digunakan guru berhubungan dengan penggunaan papan tulis
adalah sesuatu yang disebut sebagai “Bansho” oleh guru – guru di Jepang. Para
guru biasanya mencoba untuk menjaga semua yang dituliskan selama pembelajaran
apa yang terpampang di papan tulis tanpa menghapusnya (jika memungkinkan). Dari
sudut pandang para siswa, lebih mudah membandingkan metode – metode pemecahan
masalah jika semuanya tersaji di papan tulis secara bersamaan. Papan tulis juga
berfungsi sebagai catatan tertulis selama pembelajaran, yang memungkinkan guru
dan para siswa untuk melihat kilas balik pembelajaran di akhir pembelajaran.
Mengajar
dan Mengevaluasi sebagai Dua Sisi Sebuah Koin
Para guru melaksanakan
evaluasi formatif selama pembelajaran untuk memperoleh umpan balik instan terhadap teknik pembelajaran
mereka. Evaluasi – evaluasi itu dimasukkan ke dalam peranan guru sebagaimana
yang dijelaskan di atas.
Ketika bergerak pada
tahap “Kikan-shido”, guru memonitor aktivitas – aktivitas siswanya secara diam
– diam untuk menilai keadaan mereka atau memberikan motivasi – motivasi
individual kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Oleh karenanya, penting
untuk menganggap bahwa proses mengajar belajar dan evaluasi sebagai dua sisi sebuah koin sama yang tidak
terpisahkan.
Keutamaan
Evaluasi yang Dikombinasikan di dalam Proses Belajar Mengajar
· Mengajar dan evaluasi dilakukan untuk
memastikan bahwa tujuan – tujuan pembelajaran disusun berdasarkan kurikulum dan
rancangan pelaksanaan pembelajaran dapat dicapai oleh para siswa.
· Evaluasi – evaluasi guru dimaksudkan
untuk meningkatkan praktik – praktik mengajar. Contohnya adalah, membiarkan
para guru untuk memprediksi efektivitas
praktik – praktik mengajar mereka dan membantu mereka untuk meningkatkan
rancangan – rancangan pelaksanaan pembelajaran dengan melihat hasil – hasil
pengajarannya.
· Untuk para siswa, evaluasi merupakan
alat yang penting untung membuat mereka menyadari seberapa baik mereka belajar,
memberikan mereka kesempatan untuk membangun perilaku – perilaku yang baik dan
memampukan mereka untuk memuat tujuan belajar sendiri.
· Mengkombinasikan mengajar dan evaluasi
di dalam proses belajar mengajar memungkinkan para guru untuk merancang
evaluasi yang komprehensif yang terfokus pada proses mengajar belajar dan
hasilnya.
Catatan:
1Understanding Japanese Mathematics
Lesson in Japanese Lesson Study in Mathematics; Its
Impact, Diversity and Potential for Educational Improvement, 2007, World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, 64 – 67.
2Belakangan
ini istilah masalah disamakan dengan
pertanyaan atau soal.
3Pendekatan
yang dimaksud dalam konteks ini adalah cara – cara yang dipakai untuk
menyelesaikan masalah.
4Oral
= Verbal; Lisan.
E.D.K.S
Komentar
Posting Komentar