Langsung ke konten utama

Uji Kesukaran Soal: Analisis Butir

Analisis butir soal ujian menunjukkan bagaimana butir – butir soal tersebut dapat diterima sebagai bagian dari sebuah ujian. Analisis butir menggali performa butir – butir tersebut satu per satu terhadap kriteria eksternal atau butir – butir lainnya dalam sebuah test (Thompson, in Hetzel, 1997) . Analisis ini akan digunakan untuk menguji kelayakan keseluruhan butir menjadi sebuah ujian yang akan dilangsungkan. Hal ini tampaknya sering dihindari oleh para guru Matematika kita masa kini mengingat bahwa terkadang ujian dianggap terlalu mudah atau terlalu sukar. Ada beberapa istilah yang diperkenalkan di dalam uji soal, selain validasi dan reliabilitas, yakni tingkat kesukaran dan indeks diskriminasi.

Tingkat kesukaran soal (Inggris: Item Difficulty) secara sederhana dapat diartikan sebagai persentase siswa yang menjawab benar suatu item (butir) soal. Wood (Hetzel, 1997) memahami bahwa semakin besar persentase yang menjawab benar, semakin mudah pula butir soalnya.  Semakin tinggi indeks diskriminasinya maka semakin mudah butir soal tersebut.

Secara matematis, tingkat kesukaran dihitung sebagai hasil bagi banyaknya peserta ujian yang menjawab benar dengan banyak keseluruhan peserta yang memberikan jawaban (termasuk yang salah). Proporsi tersebut nanti diberikan simbol p dan disebut sebagai tingkat kesukaran.

Nilai p ini pada dasarnya adalah sebuah ukuran perilaku. Namun, ketimbang mengartikannya dalam konteks psikologi, tingkat kesukaran soal lebih diartikan sebagai istilah frekuensi relatif yang menjawab soal dengan benar. Cunningham (1998) mengusulkan bahwa suatu tes yang baik adalah ketika rata – rata siswanya menjawab 62.5% dari keseluruhan tes tersebut. Bukan berarti proporsi siswa yang harus menjawab soal secara benar harus terpatok pada 62.5%, tetapi dari keseluruhan tes guru harus mencobanya juga.

Prosedur analisis butir soal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan konsistensi reliabilitas internal walaupun secara tidak langsung juga mempengaruhi validitas. Prosedur ini fokus  pada butir – butir soal dan skor total yang dicapai. Jadi, skor total ini dianggap penting dan berarti. Jika sebuah test tidak valid, skor totalnya menjadi tidak berarti; hasil tesnya mungkin reliabel tetapi tidak valid.

Menurut Cunningham, ada dua metode primer dalam analisis butir soal yaitu (1) metode diskriminasi butir dan (2) metode korelasi (antara butir dan skor total).

1. Metode Diskriminasi Butir

Metode diskriminasi butir memberikan keuntungan sendiri kepada guru yang masih kurang melek computer. Diskriminasi butir soal dinyatakan di dalam angka (nilai numeric) dengan rentang – 1 sampai 1. Semakin besar nilai D suatu butir soal maka semakin konsisten pula butir tersebut dengan apa yang hendak diukur oleh tes itu. Siswa yang menjawab benar suatu butir soal dapat dianggap akan menjawab butir lainnya dengan benar. Jika sebuah tes reliabel maka keseluruhan butir soal di dalam tes akan mengukur hal yang sama (sesuai dengan tujuan tes itu). Perlu diperhatikan bahwa  mengganti butir soal yang nilai D -nya rendah akan meningkatkan reliabilitas tes tersebut.

Respons

A*
B
C
D
Sepuluh Tertinggi
6
1
2
0
Sepuluh Terendah
2
3
3
2
Beda
4




Catatan: * Jawaban yang benar
D = (GA - GB) / N = 4/10 = 0.4

Metode ini dimulai dengan membuat ranking dari skor paling tinggi ke skor yang paling rendah. Kemudian dengan memperhatikan ranking nya maka dapat dilihat siswa -  siswi yang memiliki nilai lebih tinggi atau yang lebih rendah. Dengan menggunakan ranking ini, maka ada dua kelompok skor yaitu kelompok dengan nilai tertinggi (GA = Grup Atas) dan kelompok dengan nilai terendah (GB = Grup Bawah), masing – masing adalah 27% dari keseluruhan populasi. Namun demikian, Cunningham menyatakan bahwa untuk kelas yang berisikan 25 – 35 orang disarankan untuk mengambil 10 terendah saja untuk GB dan 10 tertinggi saja untuk GA. Alasannya adalah untuk menyesuaikan terhadap perhitungan matematis tanpa mengganggu kestabilan nilai D.

Nilai D dapat dihitung menggunakan rumus:

D = (GA - GB) / N

dengan N = banyak siswa di dalam kelompok itu.

Perlu diperhatikan bahwa dengan semakin besar nilai D maka akan semakin banyak pula siswa di GA yang menjawab benar dan semakin sedikit siswa di GB yang menjawab salah. Hal inilah yang diharapkan oleh para pembuat soal ujian.

Dengan demikian, nilai D = 0 memberikan kemungkinan besar bahwa setiap siswa menjawab salah atau setiap siswa menjawab benar soal itu. Nilai D negative, walaupun kasus ini jarang terjadi, menunjukkan bahwa lebih banyak siswa di GB yang menjawab soal itu dengan benar. Siswa yang memiliki kemampuan rendah cenderung untuk melakukan tebakan dan benar, sementara itu siswa yang berkemampuan tinggi cenderung mencurigai soal tersebut sebegitu mudahnya sehingga mencari penyelesaiannya dengan cara yang lebih sulit. Maka tidak jarang kita temui anak yang “mampu” memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang “kurang mampu”.


Metode ini dipandang cukup baik dan mudah dipahami oleh para guru. Namun, untuk menguji  50 soal pada 30 orang siswa sangat perlu bagi guru untuk menganalisis 1000 butir (20 siswa (10 setiap grup) x 50 soal) = 1000 butir. Tentu saja guru akan memerlukan banyak waktu.

<Berlanjut>
E.D.K.S, 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari Jepang

Tidak seorangpun yang dapat mengabaikan bahwa meniru adalah bagian dari belajar. Bagaimana anak kecil dapat mengatakan ‘merah’ tanpa meniru bagaimana mengatakan ‘merah’. Tidak ada seorang anak yang dapat meloncat jika dia tidak meniru, tetapi seorang anak kecil tidak dapat meloncat seperti apa yang dilakukan orang dewasa. Sekilas mengenai Belajar Belajar adalah sebuah pengalaman terpadu ( a combined experience ) yang terjadi di dalam setiap manusia. Sebuah pengalaman terpadu merupakan sebuah pengalaman yang tidak hanya melibatkan satu unsur saja, melainkan beberapa unsur yang berbeda. Unsur – unsur tersebut dapat saling mempengaruhi dan dapat juga saling bebas ( exclusive-independent ). Unsur – unsur yang dimaksud tersebut lah yang akan menyebabkan konflik atau masalah apabila seseorang tidak dapat melihat dan mengarahkannya, tetapi di lain pihak unsur – unsur itu sendiri sering membangun. Namun, kita akan membahas sebuah topik tentang konflik atau masalah untuk chapter beriku...

GEOGEBRA: FUNGSI KUADRAT

GeoGebra merupakan salah satu alat interaktif untuk belajar dan mengajar matematika dan IPA sekolah dasar hingga tingkat universitas, baik yang berkaitan dengan bidang geometri, aljabar, statistika maupun kalkulus. GeoGebra mulai dibuat pada tahun 2001 oleh Markus Hohenwarter. Sekarang, aplikasi GeoGebra dapat dibuka menggunakan berbagai platform dengan aplikasi dekstopnya untuk Windows, macOS dan Linux, maupun aplikasi tablet untuk Android, iPad dan Windows. Aplikasi ini juga dapat dibuka melalui situs  https://www.geogebra.org/ . Di dalam penjabaran ini, saya akan membahas mengenai penggunaannya untuk belajar fungsi dan persamaan kuadrat menggunakan aplikasi yang tersedia di dalam website  https://www.geogebra.org/ . Kunjungi website  https://www.geogebra.org/ . Tampilannya yang muncul adalah sebagai berikut. Tampilan Utama Aplikasi Geogebra di Website geogebra.org Klik START GRAPHING Tampilan yang muncul adalah sebagai berikut. Tampilan Grafik d...

Kesesuaian Isi Materi Matematika dengan Keadaan Siswa

Apa yang Harus Diajarkan di Kelas Matematika Jika seseorang ingin ke suatu tempat, dia akan menyiapkan segalanya: bekalnya, jalur yang harus ditempuhnya, alat bantu dan kendaraannya, dan yang paling penting adalah bahwa dia mengetahui satu hal penting: alamatnya. Seorang guru Matematika sudah dibekali kemampuan Matematika yang cukup dan kemampuan pedagogis dari lembaga pendidik tenaga kependidikan. Kemampuan Matematika itu di antaranya adalah kemampuan menyelesaikan masalah, komunikasi, koneksi, representasi. Selain itu, guru Matematika memiliki pemikiran yang relative kreatif, kritis, dan terbuka. Sedangkan kemampuan pedagogis melingkupi kemampuan membuka pelajaran, mengarahkan siswa belajar, mengatur pembelajaran, bertanya, menjawab, menganalisa pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran dan menutup pembelajaran. Kemampuan – kemampuan tersebut harus mampu membuat siswa mengalami pembelajaran. Tanpa kemampuan – kemampuan tersebut, mustahil siswa – siswa dapat mengalami pembela...